Surat
Dari Surga
P
|
ersahabatan
Maura dan Sarah diawali ketika mereka bertemu di sebuah rumah sakit. Mereka
berdua sama-sama duduk dikelas 5 SD. Maura mengalami patah kaki saat terjatuh dari
tangga sekolah. Sedangkan Sarah menderita penyakit Leukemia. Maura dirawat di
pavilion kelas VVIP, Sarah dirawat di Bangsal Yasmin kelas III. Banyak anak
yang dirawat di Bangsal Yasmin kelas III itu, namun dari sekian banyak anak
yang dilihatnya, hanya ada satu anak yang membuat Maura tertarik. Dialah Sarah.
Seorang anak berkulit hitam, bertubuh kurus, berkacamata. Satu hal yang
membedakannya dari yang lain, ia mengenakan jilbab. Bapaknya seorang kuli
bangunan dan ibunya seorang buruh di pabrik lilin. Berbeda dengan Maura, dia
bertubuh tinggi, berkulit kuning dan berwajah cantik. Papa Maura menjadi
General Menejer di sebuah perusahaan asing dan mamanya seorang dokter spesialis
kebidanan dan kandungan. .
Pagi
itu Maura menatap menu yang terhidang di meja dekat tempat tidur Sarah. Menu pagi itu sederhana.
Tak ada susu dan buah seperti menu di kamarnya. Sarah sedang menyantap
makanannya dengan lahap. Makanan itu seakan menjadi makanan terlezat yang
pernah dimakannya. Sarah berkata bahwa yang lezat itu kenikmatan yang diberikan
Allah kepadanya untuk bisa makan. Namun Maura tak mampu memahami apa yang
dimaksud sahabatnya itu.
Bu Ima,
ibu Sarah menatap haru pada putrinya. Meski badannya makin lemah, parasnya
makin pucat, matanya makin cekung. Namun hampir tak terdengar Sarah mengeluhkan
rasa sakitnya.
Siang
harinya setelah Sarah selesai sholat Dzuhur, Maura menanyakan pada Sarah alasannya memakai
jilbab, ia begitu heran pada Sarah.
Maura tidak begitu mengenal jilbab. Keluarganya pun tak ada yang
mengenakannya. Lalu Sarah menjelaskan hal itu kepada Maura bahwa menutupi aurot
merupakan kewajiban seorang muslim. Maura yang kurang paham hanya
manggut-manggut saja. Sarah juga berkata bahwa cita-citanya adalah mati syahid.
Sarah menjelaskan bahwa orang yang mati syahid itu bisa langsung masuk surga
tanpa dihisab. Sesaat kemudian terdengar azan ashar, obrolan mereka terhenti.
Sarah mengajak Maura sholat namun Maura menolaknya. Katanya ia sholatnya nanti
saja. Diam-diam Maura merasa malu, ia lupa kapan terakhir kali ia malakukan
sholat. Barangkali waktu mengikuti sholat taraweh di bulan ramadhan yang lalu.
Maura lalu menatap Sarah yang sedang
sholat dengan khusyu. Diam-diam Maura mengagumi Sarah. Banyak hal baru
yang ia dapatkan dari Sarah. Maura lalu memandang anak-anak lain yang sekamar
dengan Sarah. Dilihatnya Siti si pendiam yang lebih suka menyendiri. Sarah
pernah berkata, orang tua Siti termasuk kurang mampu. Tapi menurut Sarah itu
tidak ada bedanya dengan keluarganya sendiri. Diseberang tempat tidur Sarah
terbaring seorang anak perempuan yang sangat manja dan kolokan. Di seberang
tempat tidur Siti, terbaring seoarang
anak perempuan yang suka menghabiskan waktunya dengan berteriak-teriak,
memarahi ibunya, menangis, dan mengeluhkan penyakitnya. Sementara dua tempat
tidur lainnya di ujung kamar, dihuni oleh dua anak balita yang lebih sering
merengek minta berjalan-jalan keluar ruangan. Tak ada yang aneh dengan mereka
pikir Maura. Mereka memang masih kanak-kanak yang masih pantas merajuk,
merengek, menangis, mengeluh, serta menampakkan kekesalan dan kemarahannya.
Maura sendiri pun masih sering melakukan hal itu, bahkan sering. Tapi itu semua
tidak ditemukan Maura pada diri Sarah.
Selesai
sholat, Sarah mempersilakan Maura untuk sholat namun tiba-tiba Maura berbisik
pada Sarah bahwa ia lupa bacaan dalam sholat. Maura mengira Sarah akan
meledeknya habis-habisan, namun ternyata dugaannya meleset. Sarah justru
mengajak Maura untuk belajar sholat bersama. Mendengar itu, ingin rasanya Maura
memeluk Sarah erat-erat.
Esok
harinya seperti biasa Maura keluar dari kamarnya untuk berjalan-jalan. Ia masih
mengenakan kruk penyangga kaki. Hari ini Maura sudah melaksanakan sholat subuh
tadi pagi meski dengan bacaan sholat sebisanya yang ia ingat. Ibu dan Ayahnya memujinya.
Mereka kagum dengan perubahan yang terjadi pada Maura. Ia lalu pergi menuju Bangsal
Yasmin kelas III. Setelah sampai matanya tertuju pada tempat tidur Sarah yang
kosong. Siti yang bersiap-siap akan pulang lalu memberi tahu bahwa tadi malam
Sarah dibawa ke ICCU, badannya lemah sekali dan perlu tambah darah. Belum
selesai Siti berbicara, Maura telah berlalu dengan langkah lebar-lebar menuju
ruang ICCU, ada suatu perasaan asing menyelinap di dadanya. Sesampainya,
tiba-tiba seseorang keluar dari ruangan itu, kemudian disusul beberapa orang
dibelakangnya. Beberapa diantaranya mendorong tempat tidur beroda . Ada sesosok
tubuh tertutup kain disekujur badan hingga kepala. Dada Maura semakin berasa
berdentam-dentam ketika dilihatnya Bu Ima dan suaminya berjalan dibelakang
jenazah itu. Mata Bu Ima sembab dan basah oleh air mata. Maura memanggil Bu Ima
dari ruangan itu. Bu Ima segera memeluk dan mendekap Maura. Beliau tak kuasa
berucap apa-apa dan langsung menyerahkan sebuah bungkusan yang dimasukkan dalam
tas plastik warna hitam. Maura menerimanya dengan tangan bergetar dan langsung membukanya. Isinya sebuah jilbab
kaus warna putih dengan renda dan border cantik. Dibawahnya sebuah buku yang
telah kusam dan berbau apak karena lamanya.
Buku itu berjudul Sifat Sholat
Nabi saw. Dihalaman dalam buku itu
terdapat sebuah surat. Dibacanya surat yang penuh canda tawa itu, tapi Maura
justru tak dapat menahan tetes air matanya. Maura lalu membuka lipatan jilbab
kaus warna putih hadiah dari Sarah. Dengan gemetar ia kenakan jilbab itu di
kepalanya. Bu Ima membantu Maura mengenakan sambil tersenyum ditengah derai air
matanya. Keduanya lalu tersenyum
membayangkan kebahagiaan Sarah di surga milik Allah SWT kelak di hari
akhir.
0 komentar:
Posting Komentar