Pernikahan
Ala Negeri Dongeng
Drama
mengenai cinta memang selalu menarik bagi masyarakat pada umumnya, khususnya
para pemuda. Drama bertemakan cinta sering diawali dari latarbelakang status
sosial dua insan yang berbeda. Pada kisah-kisah cinta terdahulu, kebanyakan
permasalahan dalam drama dengan tema cinta masih terpaku pada hal-hal yang
bersifat pertentangan antara dua kubu keluarga, meskipun tidak semuanya seperti
itu. Seperti dalam drama Romeo And Juliet, cinta bukan hanya penyatuan dua
insan melainkan dua keluarga. Ketika keluarga tidak bisa disatukan maka akan
timbul berbagai permasalahan. Kisah cinta klasik seperti dongeng Cinderella
misalnya menceritakan pertemuan dua insan dari latarbelakang sosial yang
berbeda, anatara sang pangeran yang kaya dan hidup bahagia dengan si Cinderella
yang hidup menderita bersama ibu tiri. Pertemuan dua insan ini yang nantinya
akan membawa berbagai macam permasalahan yang biasanya selalu berakhir bahagia.
Permasalahan inilah yang menarik untuk dijadikan alur dalam drama. Rekaman
drama yang ditampilkan oleh salah satu SMA di Jawa Tengah ini adalah salah satu
drama yang mengangkat persoalan cinta kedalam alur cerita. Drama ini
menceritakan tentang sepasang kekasih yang cintanya terancam kandas di tengah
jalan karena keluarga dari pihak si pria tidak merestui hubungannya. Dalam
drama ini penonton akan disuguhkan lika-liku seseorang dalam mempertahankan
cinta, bukan hanya sebuah dongeng, drama ini memang menggambarkan
masalah-masalah nyata yang dihadapi masyarakat Indonesia umumnya. Terutama bagi
mereka yang hendak melangkah ke jenjang hubungan yang lebih serius, seperti
pernikahan misalnya.
Kisah
cinta ini diawali dari pertemuan dua insan yang berbeda latar belakang sosial.
Si pria yang berasal dari keluarga berada jatuh cinta pada wanita dari keluarga
miskin. Cinta yang tulus antara dua insan yang berbeda ini menandakan bahwa
perbedaan yang ada bukanlah penghalang bagi seseorang untuk menjalin cinta, ketika
sedang dimabuk cinta, seseorang bisa saja melupakan segalanya seperti
jabatannya, keluarganya atau apapun itu karena cinta bisa membuat hidup mereka
menjadi lebih berarti. Hubungan cinta yang terjalin lama anatara si pria dan
wanita mengantarkan mereka ke jenjang yang lebih serius yaitu pernikahan.
Pernikahan akan menyatukan mereka dan keluarga mereka satu sama lain.
Menyatukan dua keluarga memang sulit terutama jika status sosialnya berbeda.
Ada pandangan yang berbeda dari pihak keluarga. Jika dalam masa menjalin cinta,
seseorang bisa saja tidak melibatkan keluarganya untuk ikut mengenal atau
terlibat kehidupan dengan kekasihnya,
tetapi jika sudah menyangkut masalah pernikahan maka mau tidak mau keluarga
turut andil dalam mengambil keputusan, dalam hal ini orang tua adalah yang
pertama bertindak terhadap keputusan yang diambil oleh anaknya. Si ibu dari
sang pria tidak menyetujui hubungan cinta anaknya dengan gadis miskin. Sikap
sang ibu menunjukkan bahwa orang tua tidak begitu saja melepaskan anaknya
menikah dengan orang yang dicintai anaknya, orang tua memperhatikan betul
seperti apa calon menantunya yang kelak akan mendampingi anaknya, mereka tidak
ingin anaknya menikah dengan orang yang salah. Setiap orang tua tentu ingin
sesuatu yang terbaik untuk anaknya. Ketika mereka menganggap bahwa seseorang
ternyata tidak pantas untuk anaknya maka mereka tidak segan-segan akan
memisahkanya atau mengambil tindakan lain.
Si
wanita yang enggan menikah dengan si pria bukan tanpa alasan, bukan karena ia
tidak mencintai kekasihnya, tetapi karena ia tahu diri dan merasa tak layak
untuk menikah dengan kekasihnya. Penolakan yang terjadi ini menggambarkan bahwa
seseorang yang berasal dari keluarga miskin terkadang merasa rendah diri, bukan
hanya dipandang sebelah mata oleh orang-orang tetapi mereka sendiri memandang
sebelah mata diri mereka sendiri. Mereka tidak menganggap diri mereka layak
mendapatkan sesuatu yang lebih, dalam hal ini adalah pernikahan dari keluarga
terpandang. Ketakutan akan masalah status sosial yang berbeda ternyata bukan
hanya ketakutan dari keluarga yang kaya tetapi mereka yang dipandang sebelah
mata pun turut mempermasalahkannya. Ini menandakan bahwa status sosial memang
dipermasalahkan hampir tiap orang, meskipun tetap ada pengecualian.
Saat
si wanita berniat baik untuk mengantarkan Handphone si pria yang tertinggal
dirumahnya, ia justru mendapat perlakuan buruk dari ibu si pria. Niat baiknya
tidak dihiraukan karena si ibu sudah terlanjur tidak suka dan akhirnya
berprasangka buruk kepada si wanita. Niat baik seseorang tidak selalu disambut
baik oleh orang lain . Orang cenderung berpikiran buruk terhadap seseorang yang
tak disukainya meskipun ia berniat baik. Ibu si pria tersebut bersikap
semena-mena terhadap wanita tersebut karena merasa derajatnya yang lebih
tinggi, ia merasa bisa berbuat seenaknya dan berkata semaunya kepada si wanita.
Kedudukan seseorang bisa saja mempengaruhi perilakunya, seperti seseorang
merasa pantas atau tidak pantas melakukan sesuatu melihat dari kedudukannya.
Apakah kedudukan membuatnya pantas melakukan hal yang demikian atau tidak.
Bukan
hanya cerita cinta yang ditampilkan dalam drama ini. Lebih dari itu, drama ini
menyingkap sisi kehidupan yang lebih luas dan lebih mendalam. Selain perasaan
cinta, dalam drama ini juga menampilkan perasaan senasib sepenanggungan. Ini
terlihat ketika si wanita yang diperlakukan kasar oleh ibu si pria justru
dibela oleh pembantu yang bekerja dirumah tersebut. Pembantu yang seharusnya
berada di pihak majikan malah berbalik membela si wanita yang misikin. Perasaan
senasib muncul ketika melihat si wanita yang punya latarbelakang sama
diperlakukan semena-mena, ada perasaan tidak terima dari diri pembantu. Kemudian
kemunculan sang nenek dari si wanita yang sejak tadi membuntutinya menandakan bahwa
ada kekhawatiran sendiri bagi si nenek terhadap perlakuan yang akan diterima
sang cucu. Menyadari bahwa kondisi keluarganya yang berbeda, si nenek pun
seolah telah tahu apa yang akan terjadi sehingga ia tidak diam saja ketika
cucunya berpamitan untuk mengembalikan handphone. Si nenek melakukan perlawanan
ketika melihat cucunya yang diperlakukan semena-mena oleh si pemilik rumah.
Meskipun mereka adalah orang yang tiada berpunya tetapi mereka tidak tinggal diam ketika ada orang
lain yang berusaha menginjak-injak harga diri mereka. Perasaan yang dirasakan
oleh mereka yaitu ingin diperlakukan
dengan baik sebagai sesama manusia merupakan hal yang wajar dan bukan dipandang
sebagai sesuatu yang berlebihan, karena setiap orang pun berhak mendapatkannya.
Disela-sela
pertikaian tersebut, sang pria pun datang. Kemunculan sang pria dalam drama
menjadi penengah dalam permasalahan. Berada diantara dua orang yang dicintai
merupakan pilihan tersulit. Ada ibunya yang telah melahirkannya, ada pula gadis
yang sangat ia cintai. Namun seperti tokoh-tokoh pahlawan dalam cerita dongeng,
kehadiran sang pria adalah menjadi pembela yang benar, dalam hal ini adalah si
gadis miskin tersebut. Kesombongan sang
ibu harus dibayar mahal ketika sang anak akhirnya lebih memilih si wanita itu. Menasihati
orang yang sedang dimabuk cinta mungkin menjadi sangat sulit. Keputusan sang
pria selain karena membela kebenaran juga tidak lain karena ia telah mencintai
dalam-dalam gadis itu. Cinta mungkin telah membutakan si pria, sehingga
meninggalkan keluarganya demi gadis itu. Seperti kebiasaan orang terpandang,
orang tua si pria pun tidak tinggal diam, mereka segera melakukan tindakan
layaknya tabiat orang yang berpunya. Mereka akan melakukan apapun agar anak
mereka kembali. Mereka memiliki cukup materi dan mereka merasa bisa melakukan
apapun dengan uang mereka termasuk menarik kembali anak mereka.
Cinta
memang dianggap suci, banyak orang yang mengagungkan cinta, namun tidak jarang
orang yang tidak menghargainya, tidak memedulikannya, mengacuhkannya, dan tak
sedikit orang berusaha memisahkan cinta kedua insan. Karena bagi sebagian
orang, pernikahan bukan hanya tentang cinta, tetapi juga materi yang akan
menghidupkan cinta. Perbedaan status sosial juga bukanlah permasalahan yang
dianggap enteng bagi masyarakat umumnya, ini merupakan persoalan nyata yang
sering kita temui. Kenyataannya, memang demikian, sering kita melihat sebuah
hubungan cinta harus kandas di tengah jalan karena gagalnya menyatukan dua
keluarga. Drama ini merupakan sebuah penggambaran tentang permasalahan nyata
yang sering ditemui sepasang kekasih dari status sosial yang berbeda.
Bagaimanapun juga memilih antara cinta atau keluarga merupakan pilihan tersulit,
dan perlu memikirkan matang-matang sebelum mengambil keputusan.
Drama
yang dimainkan oleh siswa-siswi salah satu SMA di Jawa Tengah ini memang
memiliki alur yang menarik untuk diikuti. Selain itu, drama ini menjadi lebih
mengena karena dimainkan oleh anak muda, yang nantinya mungkin akan menemukan
masalah yang sama seperti drama yang mereka mainkan. Namun begitu amanat dalam
drama ini tidak sepenuhya tersampaikan. Drama yang seharusnya menyajikan kisah
sedih dan mengharukan justru berubah menjadi seperti drama komedi yang
mengundang banyak tawa dari penonton. Hampir ditiap adegan, para penonton
mentertawakannya. Para pemain gagal membawa para penonton kedalam kisah cinta
yang dramatis. Ini terjadi karena drama ini ditonton oleh teman sekelasnya
sendiri yang suka menggoda ketika para pemain sedang berakting, akibatnya
pemain pun tak kuasa menahan tawa sehingga merusak penjiwaan karakter yang
mereka mainkan. Karena terlalu sering tertawa, ekspresi wajah mereka pun
akhirnya berubah-ubah, ekspresi mereka jadi kurang menggambarkan karakter yang
mereka mainkan, terkadang mereka serius mendalami peran, terkadang pula wajah
mereka terlihat menggelikan ketika sedang tertawa ataupun menahan tawa.
Riasan
wajah mereka sangat kurang, bahkan mereka terlihat seperti tidak mengenakan
riasan wajah. Tokoh ibu si pria misalnya, tokoh ibu yang seharusnya digambarkan
dengan riasan wajah yang mencolok dengan perhiasan seperti gelang atau
semacamnya justru digambarkan seperti anak remaja sehingga tidak terlihat
sebagai ibu si pria tetapi lebih terlihat atau lebih cocok menjadi kakak si
pria tersebut. Peran pembantu yang seharusnya didandani seperti muka orang
susah pun tidak terlihat, sehingga jika sang pembantu tidak membawa properti
seperti lap, maka dia benar-benar tidak terlihat seperti layaknya seorang
pembantu, tetapi lebih terlihat seperti anak remaja biasa. Tokoh sang ayah dari si pria tersebut juga
kurang menggambarkan karakternya sebagai seorang ayah dan lebih terlihat
seumuran dengan anaknya, riasan seperti kumis atau janggut palsu mungkin bisa
ditambahkan kepada tokoh ayah agar tidak terlalu terlihat seumuran. Meski
begitu, pemain karakter nenek dalam drama ini riasannya sudah cukup bagus dan
tampak seperti nenek-nenek sungguhan. Begitu pula dengan tokoh utama wanita dan
tokoh utama pria.
Selain
riasan, tentunya busana juga bisa dijadikan alat untuk memperkuat karakter
dalam drama. Busana sebagai tolak ukur status seseorang dan kedudukan seseorang
didalam drama. Busana itu menggambarkan karakter apa yang sedang mereka
mainkan. Sayangnya, karakter ibu dalam drama ini tidak didukung oleh busana
yang menggambarkan kedudukannya sebagai seorang ibu. Busana yang digunakan
pemeran tokoh ibu terkesan seperti busana remaja sehingga lagi-lagi tokoh ibu
terlihat lebih cocok menjadi seorang kakak. Begitu pun busana yang digunakan
oleh si pembantu kurang menggambarkan kedudukannya sebagai pembantu. Sementara
tokoh-tokoh lain busananya sudah cukup menggambarkan kedudukan karakter yang
mereka bawakan, meskipun masih saja kurang.
Mengenai
tata suara, drama ini juga mempunyai kekurangan. Suara para pemain terkadang
tidak jelas pelafalannya dan sering terdengar samar-samar, kecuali suara tokoh
ibu yang sedang marah saat itu sudah cukup jelas. Suara ricuh dari penonton
juga mengganggu suara pemain yang sedang berakting, sehingga mungkin inilah
penyebab suara para pemain terdengar samar. Apalagi drama ini berupa rekaman
sehingga adalah hal yang wajar jika suaranya agak samar bahkan terdengar rusak
karena berbaur dengan suara penonton.
Gerakan
para pemain sudah cukup bagus tetapi ada beberapa gerakan yang kurang pas dan
mengganggu jalannya drama. Seperti gerakan melihat penonton saat penonton
sedang menggoda atau meledek dan gerakan menahan tawa. Terlihat pula gerakan
yang malu-malu saat tokoh utama pria sedang beradegan dengan tokoh utama
wanita. Gerak- gerik tokoh ibu dalam drama ini sudah cukup bagus terutama
adegan saat tokoh ibu sedang marah. Sementara gerak- gerik tokoh ayah dalam
drama ini tidak terlalu banyak. Namun, meski begitu beberapa gerakan dalam
adegan drama ini terlihat tidak fokus sehingga pengahayatan pun kurang dan jauh
dari harapan. Dalam drama ini juga pemain sering membelakangi penonton
(bloking), bukan hanya sekali atau dua kali. Alur pergantian pemain pun tidak
jelas dan tidak beraturan. Pemain asal masuk atau asal keluar saja dalam drama
sehingga pergantian tokoh dan pergantian adegan terkesan berantakan. Adegan demi
adegan dalam drama ini juga terkesan terburu-buru sehingga penonton kurang bisa
menikmati akting pemain di tiap adegan.
Tata
panggung seperti latar tempat pun sangat
kurang. Penataan panggung atau tempat pertunjukkan drama tidak disiapkan dengan
baik sehingga yang terjadi adalah tata panggung kurang menggambarkan latar
tempat yang seharusnya menggambarkan cerita dalam drama, seperti latar rumah.
Properti yang digunakan pun sangat minim dan kurang, properti yang ada belum
mendukung penggambaran latar tempat dan suasana. Jarak pemain drama dengan
penonton juga terlalu dekat sehingga merusak pemandangan dalam drama ini. Batas
antara area drama dan area penontonpun juga tidak jelas sehingga kericuhan
penonton begitu terlihat mengganngu jalannya drama.
Selain
itu, karena drama ini merupakan rekaman. Maka sudah pasti dalam drama ini ada
proses pengambilan gambarnya. Teknik pengambilan gambar dalam drama ini bisa
dikatakan sangat buruk bila harus dibandingkan dengan drama-drama dalam film
yang biasa tampil di televisi. Kamera yang digunakan bukanlah kamera yang biasa
digunakan untuk penyutingan drama sesungguhnya, ini bisa kita lihat dari
kualitas rekamanya, atau mungkin bisa saja drama ini justru direkam menggunakan
handphone atau semacamnya. Pengambilan gambar yang dilakukan tidak fokus
artinya terlalu banyak gerakan yang diambil sang pengambil gambar, sehingga
menurunkan kualitas drama. Meski begitu hal ini menjadi wajar-wajar saja karena
drama ini dibuat oleh siswa, sehingga drama ini pun merupakan bagian dari
proses pembelajaran para siswa, sehingga kekurangan yang demikian tak perlu
dijadikan masalah serius, karena kesalahan yang terjadi bisa menjadi koreksi
agar drama yang dibuat selanjutnya menjadi lebih baik. Dengan demikian drama
ini cukup layak ditonton dan dijadikan pembelajaran bagi siswa lain.
0 komentar:
Posting Komentar