Halaman

Senin, 17 Juli 2017

TEKS ULASAN NASKAH DRAMA "KOTA MATI"

KOTA MATI

        Kesenjangan sosial yang terjadi di kota-kota besar memang bukan hal baru. Perubahan tata kota seiring dengan berlalunya waktu dapat mengubah pula kepribadian penghuninya. Perkembangan zaman memang tidak bisa dihindarkan, hiruk pikuk kota menjadi hal biasa. Hal tersebut menjadi gambaran dalam naskah drama Kota Mati karya Dwiyanto yang ditulis dengan cukup ringkas dengan lakon-lakonnya yang nyata. Disertai dengan bahasanya yang lugas dan langsung tanpa bertele-tele sehingga mudah dipahami alur ceritanya. Kemegahan kota tidak bisa menyembunyikan sejuta kisah didalamnya. Dibalik gedung-gedung tinggi dan mobil-mobil mewah, banyak kehidupan pahit di sekitarnya. Keramaian kota menyisakan orang-orang miskin dan tunawisma sebagai orang yang terbuang. Kepedulian menjadi hal yang sangat langka.

      Naskah drama yang ditulis oleh Dwiyanto ini menceritakan sepenggal kehidupan sebuah keluarga tunawisma yang terpinggirkan dari kehidupan di kota. Haryo mewakili tokoh tunawisma, ia bersama adik dan ibunya tinggal di sebuah gerobak tua. Kehidupan keluarga Haryo yang selalu berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain membuat mereka tahu betul tabiat penghuninya. Bukan hal yang tabu bahwa tingkat individual orang-orang kota memang cukup tinggi, ketidakpedulian menjadi hal yang biasa, dan kebiasaan inilah yang harus mereka bayar mahal di kemudian hari.

    Mengikuti hukum alam, yang menang adalah mereka yang kuat, dan di kota mereka yang kuat adalah mereka yang mempunyai uang. Bagi mereka dengan uang mereka bisa membeli apapun dan siapapun. Sementara orang yang tidak berpunya bagi mereka hanyalah menjadi sampah-sampah kota yang harus segera dihilangkan dari kehidupan mereka. Haryo dan keluarga menjadi tokoh yang dianggap sampah kota. Dimanapun mereka berada, hanyalah cacian dan hinaan yang mereka dapatkan. Karena mereka tak punya uang, tak ada yang mereka bisa lakukan. Karena di kota, uang adalah rajanya. Raja yang telah membunuh nurani para penghuninya.

     Ibu Haryo yang sedang sakit hanya tinggal di dalam gerobak yang selalu Haryo dorong kemanapun ia pergi. Sudah menjadi pepatah bahwa orang misikin tidaklah boleh sakit, karena sakit itu mahal. Memang kesehatan adalah menjadi hal paling mahal, karena uang belum tentu mampu mengobatinya. Gerobak yang difungsikan sebagai rumah menggambarkan bahwa kehidupan orang miskin dan tunawisma memang tidak menentu. Rumah gerobak menggambarkan bahwa mereka harus membawa kehidupan mereka berpindah-pindah. Ketika mereka terusir dari satu tempat, maka mereka harus pergi ke tempat lain tanpa arah yang jelas. Tidak seperti  orang-orang kota yang punya rumah sebagai tempat untuk kembali. Karena kota bukanlah rumah bagi Haryo dan keluarganya. Perkotaan bagi mereka hanyalah jalanan panjang yang tiada berujung yang membuat mereka terus berjalan menyusurinya.

     Kemalangan Haryo dan keluarga kembali terlihat ketika mereka terusir karena amarah sang penjual yang tak terelakan. Kata-kata kasar keluar begitu saja dari mulutnya tanpa belas kasihan. Sikap sang penjual yang selalu menghitung untung rugi menggambarkan bahwa kebanyakan orang kota memang materialis dan individual. Ibu Haryo yang sakit tak menjadi alasan yang kuat bagi si penjual agar mereka tetap bertahan di tempat tersebut. Lagi lagi takdir tak berpihak pada Haryo dan keluarga, setelah mereka diusir kemudian mereka harus menerima kenyataan bahwa ibu mereka telah tiada. Seperti cadas di laut, Haryo tetap bertahan meski diterjang oleh ribuan ombak.

     Dalam naskah drama Kota Mati, sikap moral yang disarankan kepada pembaca adalah rasa empati. Haryo hanya menginginkan suatu hal yang diharapkannya sejak dulu, yaitu kepedulian dan rasa empati penduduk kota terhadap keberadaan dirinya dan keluarganya. Sebenarnya hal yang dirasakan Haryo adalah suatu yang bersifat wajar dan universal. Namun, keinginan Haryo untuk tetap tinggal di kota dianggap sebagai sesuatu yang sangat merugikan warga kota karena bau yang berasal dari mayat ibunya. Bagai kanker yang terus menggerogoti penderitanya, Hansip sebagai warga kota terus menyudutkannya untuk pergi dari kota tersebut. Ibunya dianggap sebagai faktor munculnya belatung yang memenuhi kota. Kali ini takdir berkata lain, kesombongan warga kota memporak-poranda apa yang mereka ciptakan. Belatung yang menggerogoti tubuh warga kota tak mendekati seujung jaripun Haryo dan Lukman adiknya.

      Pengusiran demi pengusiran yang kasar berganti menjadi sebuah permohonan yang diikuti dengan penawaran  agar menolong mereka. Tetapi, semua yang mereka tawarkan hanya sebuah ilusi penawaran yang mereka tawarkan bisa berubah menjadi malapetaka untuk Haryo dan adiknya di kemudian hari. Rasa iba yang dirasakan Haryo tandas ketika ucapan yang semula lembut kembali menjadi kasar saat ia bimbang dengan pilihan yang ada. Oleh karena itu Haryo dan Lukman  pergi meninggalkan kota , menyusuri jalanan dan mengabaikan warga kota dan kota itu yang siap untuk terkubur jutaan belatung.

                Drama Kota Mati adalah sebuah drama yang menyingkap sisi lain dari gemerlap kehidupan warga di kota. Kemiskinan yang tetap ada di sela-sela kehidupan manusia memang tak bisa disingkirkan begitu saja. Karena kemiskinan dan para gelandangan hanya dapat ditangani dengan rasa kepedulian, saling membantu sehingga tercipta tatanan kota yang semestinya, kota yang didalamnya tercipta hubungan sinergis antara sesama penduduknya. Permasalahan kesenjangan sosial yang terjadi juga merupakan akibat dari perilaku penduduknya sendiri. Seandainya sikap kepedulian dan tenggang rasa masih tertanam maka tak perlulah para tunawisma harus terusir. Setidaknya jika sikap kepedulian masih ada, maka dapat menepis kesenjangan sosial yang ada dengan saling tolong menolong. 

                Dalam drama kota mati ini, pengambaran karakter yang dilakukan lakon dianggap sedikit berlebihan karena dalam cerita ini digambarkan kota tersebut lenyap karena tertimbun ribuan belatung. Meskipun dalam drama ini menceritakan sebuah kota yang penduduk nya sudah tidak memiliki rasa  keperdulian, tetapi sikap yang ditujukan kepada keluarga haryo sangat berlebihan , hal ini dilihat dari percakapan yang ada antara keluarga haryo dengan warga kota (hansip dan penjual lesehan).

                Naskah drama Kota Mati menunjukan bahwa setiap manusia tidak boleh menganggap rendah orang lain karena status sosialnya. Keperdulian dan rasa empati terhadap orang lain harus kita miliki karena kita tidak akan mengetahui apa yang terjadi di waktu yang akan datang. Roda kehidupan akan terus berputar, suatu saat kita bisa diatas dan kemudian barada dibawah.  Setiap perbuatan manusia pasti akan ada balasannya, karena setiap yang menanam maka dia pula yang akan menuainya.


                Dari paparan tadi dapat disimpulkan bahwa naskah drama Kota Mati memungkinkan kita bicara mengenai kesenjangan sosial ekonomi melalui penokohan tunawisma. Naskah drama ini menawarkan kondisi masyarakat dalam merespon kesenjangan sosial yang ada dibalik kota yaitu sikap acuh tak acuh terhadap orang sekitar.

0 komentar:

Posting Komentar